Poster diskusi Arsitektur Ekologis Komunitas Green Papua.doc GP.
“Proses pembangunan di papua yang hanya terfokus pada pembangunan fisik sarana-prasarana, desain Arsitektur Modern di Papua belum mampu mengintegrasikan prinsip-prinsip Arsitektur Lokal Adat Papua, sejatinya kondisi ini menunjukkan bahwa secara sistematis struktural design, sedang mengarahkan kita pada penghilangan eksistensi Arsitektur lokal yang didalamnya mengandung nilai-nilai budaya papuani, situasi ini adalah penghilangan identitas melalui modernisasi arsitektur (tidak ekologis), dan bukanlah sebuah kemajuan pembanguan fisik yang baik, sudah saatnya kita merubahnya” (Crew Green Papua,2017).

Oleh: Crew Green Papua

Semenjak kedatangan bangsa asing ke tanah Papua sampai saat ini, telah terjadi transfer dan transaksi ilmu pengetahuan yang diterima oleh orang papua. Pada posisi seperti ini orang papua hanya menjadi objeck atas pengembangan pemahaman ala barat. Yang mana sejatinya ingin menguasai Papua secara ekonomi politik untuk memuluskan maksud dan tujuannya digunakan isu developmentalisme,modernisasi,industrialisasi bahkan agama pun turut digunakan sebagai alat untuk mengubah paradigma sosial ekologis menjadi indivividualistis kapitalistik. Sebagai konsekuensinya dalam pengembangan ilmu pengetahuan di papua terjadi modernisasi pola hidup,budaya dan gaya berpikir diberbagai bidang kehidupan dan profesionalisme orang papua. Salah satu bidang profesional Arsitetkturpun mengalami modernisasi ala barat, dan semakin mengaleniasi Arsitektur lokal Papua.

Untuk mengkaji dan mengetahui prinsip Arsitektur yang semestinya dikembangkan di papua agar pembangunan bersifat ekologis dan berkelanjutan untuk menjaga eksistensi Papuani. Maka belum lama ini, senin, 10/04/17), komunitas Green Papua melaksanakan diskusi bertemakan “ Arsitektur Ekologis”,yang berlangsung selama 2 jam dan diikuti oleh 30 Mahasiswa Papua, bertempat di Kontarakan Wogadabi IPMAPAPARA Malang.

Dalam diskusi tersebut Elia Agapa sebagai Pemantik menyampaikan Materi seputar prinsip-prinsp Arsitektur Ekologis antara Arsitektur Modern dan Arsitektur Lokal Papua, berdasarkan tinjau literasi dan bukti empiris kondisi objektif wajah Arsitektur yang terlibat dalam proses pembangunan Papua sesuai saat ini.

“banyak dari gedung yang di bangun di papua itu, motifnya bercorak dan membawa pesan budaya luar dan moderen, yang tampak di papua itu hanya, lukisan cenderawasih,tifa. Selain itu, hanya bandara Wamena yang mengintegrasikan tipe rumah adat papua, ini sangat minim sekali kedepan kita harus kembangkan lebih jauh lagi, kita harus menyelamatkan corak budaya kita”, ungkap Ima Fele Mahasiswa asal Unmuh Malang

Sementara itu, Musa Pekei mengatakan bahwa, “semua bentuk bangunan arsitek moderen akan membentuk kontruksi berpikir seseorang (anak), bahwa bangunan arsitek yang baik dan arsitek lokal budaya tidak baik, ini dapat mengikis eksistensi budaya arsitek lokal dalam perkembangan kota di papua”, ungkapnya.

Singkatnya, berdasarkan diskusi disimpulkan bahwa untuk menerapkan arsitektur ekologis dalam membangun sebuah gedung harus berpatokan pada sebagai berikut :
  1. Menciptakan kawasan penghijauan diantara kawasan pembangunan sebagai paru-paru hijau.
  2. Memilih tapak bangunan yang sebebas mungkin dari gangguan radiasi geobiologis dan meminimalkan medan elektromagnetik buatan.
  3. Mempertimbangkan rrantai bahan dan menggunakan bahan bangunan alamiah
  4. Menggunakan ventilasi alam untuk menyejukkan udara dalam bangunan.
  5. Menhindari kelembapan tanah naik kedalam kontruksi bangunan dan memajukan sisitem bangunan kering.
  6. Memilih apisan permukaan dinding dan langit-lngit ruang yang mampu mengalirkan uap air.
  7. Menjamin kesinambungan pada struktur sebagai hubungan antara masa pakai bahan bangunan dan struktur bangunan.
  8. Mempertimbangan  bentuk/porsi berdasarkan aturan harmonikal.
  9. Menjamin bahwa bangunan yang direncanakan tidak menimbulkan masalah lingkungan dan membutuhkan energi sesedikit mungkin (mengutamakan energi terbarukan).
  10. Menciptakan bangunan bebas hambatan sehingga gedung dapat dimanfaatkan oleh semua penghuni (tersebut anak-anak, orang tua, maupun orang cacat tubuh).
  11. Mengitegrasikan Corak Budaya Arsitektur Lokal, sehingga gedung yang dibangun menyimpak estetika budaya suatu daerah yang hendak di kembangkan Pembangunan sarana prasarana dan infrastrukturnya.

Dalam proses pembangunan di Papua, kini dan yang akan datang, sudah saatnya diterapkan prinsip-prinsip arsitektur ekologis sesuai ulasan diatas agar banguan yang hendak di bangun bersifat berkelanjutan dan dapat menjaga Tanah Papua sebagai rumah yang layak dihuni oleh semua makhluk hidup.

Malang,10 April 2017


Komunitas Green Papua